*
*
*
*
*
*
*

26.10.05

Jingga




Dengan seberkas daun kering, kumaknai luka tanpa air mata.Tapi aku lelaki gunung yang sering merenung di taman yang dirubung ilalang dan rerumputan. Di gunung aku telah tumbuh seperti burung yang menciptakan sarang kebebasan dari dahan dan daun-daun. Berkicau setiap melihat kesetiaan matahari pada pagi, saat muncul dari balik rerimbun pohon-pohon yang telah ditumbuhi kabut. Dengan bahasa lelaki, aku mengepakkan sayap-sayap kecilku di sepanjang lereng yang gersang. Sebab langit senja selalu melukisnya dengan cahayanya yang jingga. Maka aku pun menjadi lelaki petualang. Sampai suatu ketika aku merindukan persinggahan terakhir di rembang usia.
Perempuan bermata embun itu terus menatapku. Lentik bulu matanya seperti ingin memantik api yang terus menyala di keremangan petang. Aku masih terdiam, sambil mempelajari setiap gerak bintang yang menebarkan cahayanya di atas langit-langit kamar. Sementara sebagian wajahnya masih bersembunyi di jendela. Di antara ribuan bintang yang berserakan, aku masih bisa menyaksikan aura kelembutan yang menggulung seperti ombak di pantai. Namun setiap saat mungkin juga akan menjadi badai.
"Kamu lelaki gunung, petualang yang kutemui tergeletak di atas rimbunan dedaunan. Apakah kamu akan selalu menjadi pencerita yang setiap tengah malam mengirimiku sajak-sajak cinta?" Katamu padaku.
Namun aku hanya terdiam membisu.

Aku selalu tersesat di rimba cerita. Sebuah rimba yang membuat hidupku begitu bergairah untuk sekadar mengatakan gelisah. Ughh.., setiap pagi subuh selalu saja ada sentuhan dingin yang mengurai percikan makna dari mimpi-mimpi yang kuciptakan tadi malam. Lalu sepasang bintang dan sepasang bulan yang kau kirim sebagai pengganti sajak-sajak cintaku mulai tumbuh menjadi sepasang sayap yang akan mengajariku terbang. Sungguh indah bukan? Terbang di rimba cerita dengan sepasang sayap yang terus menyala. Lalu aku akan merangkai irama dari setiap kepakan sayap itu menjadi sajak-sajak cinta baru, yang akan kukirimkan kembali kepadamu agar aku terus mendapat cahaya untuk membawaku terbang.
Kemudian hujan semakin menderas. Namun percakapan belum berhenti. Sesekali dia menebarkan senyuman dari wajahnya yang letih karena selama berjam-jam tidak beranjak dari tempatnya. Aku merenung sejenak dan berusaha mengingat-ingat setiap kejadian yang kulalui ketika menjelajahi gunung-gunung dan sungai sampai ke lembah-lembah. Aku lelaki petualang yang ingin singgah dan membangun sarang abadi di rimba terakhir yang kutemui. Dia seperti membaca pikiranku.
Mungkin kita adalah sepasang kupu-kupu yang sedang belajar merangkai wanginya kembang. Dan aku mulai mengulang penggalan sajak yang pernah kuselipkan di antara lembaran mimpinya beberapa malam silam.
Kemudian perempuan itu berlalu setelah meninggalkan sepasang bintang dan sebuah rembulan, menjelang tengah malam. Sejenak aku melupakan kamar tempat persembunyianku yang pengap. Apakah sebagai lelaki petualang aku akan seteguh batu karang? Sebagaimana nenek moyangku yang setegar gunung-gunung? Ah, aku begitu menyukai lautan terutama yang luas dan lepas. Hanya ada lengkung langit sebagai pembatas. Hanya ada warna pelangi sebagai penghias.
Laut telah mengajarkanku banyak hal. Sejak empat tahun silam ketika aku pertama kali mengenal gemuruh gelombang di lautan lepas. Hamparan pasir putih yang memanjang di pantai yang sebagiannya dialiri sungai-sungai. Tapi untuk bertualang aku tidak memerlukan ombak, aku tidak memerlukan angin, aku tidak memerlukan gelombang lautan yang tinggi di mana para petualang dari berbagai penjuru bumi biasa terbang di atas buih memutih bagaikan dewa-dewa laut yang muncul tiba-tiba dari dasar samudera.
Tuhan telah menciptakan bumi ini. Dan dari sanalah aku belajar bahwa kelembutan dan ketegaran sama-sama mampu menjadi sumber kekuatan. Lalu mungkinkah aku menggabungkan sepasang kekuatan dalam petualanganku menuju persinggahan terakhir? Aku sebenarnya masih ingin bercakap-cakap lebih jauh. Namun kamu telah pulang ke balik singgasana malam. Dan aku kembali sendiri dalam kesunyian. Sebuah sajak dengan sepasang sayap yang bercahaya selesai kutulis, saat malam menunjukkan keteguhannya. Mungkin Esok cahaya akan kembali datang bersama guratan cintamu, dan aku akan senantiasa setia menunggumu di sini, di kembang tidurku.
***

1 Comments:

Blogger Aphe said...

Apapun yang akan kulakukan dan aku putuskan saat ini, adalah sebuah perenungan yang panjang dan melelahkan. Aku letih, aku ingin berbagi dukaku kepada seseorang dari dunia nyata,bukan MAYA !! Meski cinta belumlah nyata juga adanya, namun aku adalah MANUSIA BIASA yang tak luput dari khilaf dan dosa.
Aku tetaplah seseorang yang penuh dengan tanda tanya...dan jangan kau cari kejujuran dariku,karna kejujuran yang hakiki ada pada kedalaman hatimu sendiri.
Aku adalah aku dengan segala keterbatasan jiwa dan raga,maka maafkanlah aku.

Selasa, 01 November, 2005  

Posting Komentar

<< Home

AKU INGIN
 



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
 
 


Sebuah Persembahan Dari Sapardi Djoko Damono, Sebagai sumber Segala Inspirasi Dari Cinta dan Kasih Sayang

 
 


 
 



 

1
Website Design - Dos & Donts of Custom website design.
Website Design